Jumat, 13 Januari 2012

Implementasi Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open-Ended

No. 1/XXVI/2007    Eka Fitrajaya Rahman & Jarnawi Afgani Dahlan, Implementasi Pembelajaran 
Mimbar Pendidikan
49
Implementasi Pembelajaran Matematika Melalui
Pendekatan Open-Ended  dalam Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik
Siswa Sekolah Menengah Pertama 
(Studi Eksperimen pada SMP Negeri di Kota Bandung)
  Eka Fitrajaya Rahman *)
Jarnawi Afgani Dahlan *)
Abstrak
Pemilihan strategi pembelajaran matematika yang berorientasi pada proses memberikan kesempatan yang besar pada siswa untuk
mengkontruksi pengetahuan yang dipelajarinya. Hal ini disebabkan pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang
mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (murid). Murid
sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka
(Lorsbach & Tobin  dalam Suparno, 1997 : 19). Penelitian ini mencoba mengimplementasikan Pendekatan Open-Ended yang
dikolaborasikan dengan strategi kooperatif dalam pembelajaran matematika.Hasil yang dilihat dalam penelitian ini adalah
kemmapuan penalaran dan pemahaman matematik yang merupakan tujuan kemampuan proses belajara mengajar, yakni tujuan
formal dan material. Dalam analisisnya, penelitian ini juga dilengkapi dengan dasar kajian kategori kemampuan siswa, serta jenis
kelamin.
Kata Kunci : Open-ended, Penalaran, pemahaman, kategori kemampuan dan gender.

Latar Belakang
erfikir merupakan salah satu ciri
manusia (homo sapiens). Sejak
mempersepsi, manusia mulai berfikir dan proses
ini berlanjut sampai akhir hayatnya. Kelebihan
manusia dibandingkan mahluk hidup lain,
ditentukan oleh kekuatan fikirannya yang secara
konsisten dinyatakan dalam perbuatannya 
setelah melalui proses penghayatan.
Kemampuan manusia beradaptasi dilandasi oleh
kemampuan berfikirnya yang melahirkan
teknologi dan bentuk kehidupan sosial
budayanya (Rustman, 1990 : 1).
Sesungguhnya terdapat hubungan antara
proses berfikir dengan matematika. Plato
(Schoenfeld, 1992) menyatakan bahwa
seseorang yang baik dalam matematika akan
cenderung baik dalam berfikir dan seseorang
yang belajar matematika, maka akan  menjadi
seorang pemikir yang baik. Selain itu, Ruseffendi
(1991 : 260) menyatakan bahwa matematika timbul
karena pikiran-pikiran, yang berhubungan dengan
ide, proses, dan penalaran. 
Dilihat dari aktifitas matematika yang
dilakukan siswa ketika belajar matematika, 
Riedesel, Swartz dan Clement (1998) memberikan
suatu argumentasi bahwa: 1) aktifitas matematika
berpotensi lebih meningkatkan sikap
kebertanggungjawaban dan kebebasan berfikir. 2)
matematika merupakan arena siswa-siswa muda
untuk dapat menyelesaikan suatu masalah dan
memperoleh kepercayaan bahwa penyelesaian yang
benar bukan karena perkataan guru, akan tetapi
karena logika nalar mereka yang jelas. 
Dari uraian di atas, munculah suatu
pertanyaan “Bagaimana kemampuan bernalar
(reason) dan kemampuan pemahaman siswa dalam 
matematika ?” Kemampuan pemahaman matematik
terkait dengan tujuan material yang harus dicapai
siswa dalam penguasaan pemecahan masalah dan
B Eka Fitrajaya Rahman & Jarnawi Afgani Dahlan, Implementasi Pembelajaran    No. 1/XXVI/2007
Mimbar Pendidikan
50
penerapan matematika, sedangkan kemampuan
penalaran terkait dengan tujuan formal, yakni 
penataan nalar siswa untuk diterapkan dalam
kehidupannya  (Soejadi, 2000). 
Kedua tujuan pembelajaran matematika
tersebut akan tercapai manakala pembelajaran
matematika dilakukan secara aktif dan dinamis.
Hal tersebut seperti yang dicanangkan dalam
Kurikulum Matematika Selandia Baru (Anthony,
1986) bahwa matematika akan lebih dipahami
apabila dipelajari melalui partisipasi aktif siswa
dengan situasi yang matematis. Hal yang sama
juga dikemukakan oleh National Statement on
Mathematics for Australian School (Anthony,
1986) yakni, “learning is best thought of as an active
and productive process on part of  the  learner”.  Untuk
itulah harus diupayakan suatu pendekatan dan
strategi pembelajaran yang berorientasi pada
proses dan produk matematika.
Pemilihan strategi pembelajaran
matematika yang berorientasi pada proses
memberikan kesempatan yang besar pada siswa
untuk mengkontruksi pengetahuan yang
dipelajarinya. Hal ini disebabkan pengetahuan
itu ada dalam diri seseorang yang sedang
mengetahui. Pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari otak seseorang
(guru) ke kepala orang lain (murid). Murid
sendirilah yang harus mengartikan apa yang
telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap
pengalaman-pengalaman mereka (Lorsbach &
Tobin  dalam Suparno, 1997 : 19). 
Hal tersebut juga diperkuat oleh Anthony
(1996) yang mengatakan bahwa keberadaan,
pemilihan dan penggunaan strategi belajar siswa
merupakan variabel yang kritis dalam proses
belajar aktif. Dengan penggunaan berbagai
macam strategi belajar, pengetahuan yang
diperolehnya lebih mendalam dan berkualitas.
Pemilihan strategi belajar siswa secara individual
dapat dihubungkan dengan berbagai faktor,
yaitu pengetahuan yang diperoleh sebelumnya
(prior knowledge), keilmiahan tugas-tugas belajar,
motivasi dan ketersediaan sumber daya.
Salah satu pendekatan yang dapat
memunculkan aktivitas siswa seperti di atas adalah
pendekatan berbasis masalah. Masalah yang diambil
untuk tugas matematika dapat diperoleh dari
masalah yang konstektual (real world) dan masalah
dalam matematika  (Shimada, 1997). Masalah
konstekstual diambil dari masalah-masalah
keseharian atau masalah-masalah yang dapat
dipahami oleh pikiran siswa. Dengan masalah itu
siswa akan dibawa kepada konsep matematika
melalui  re-invetion  atau melalui  discovery. Jika dilihat
dari cara dan jawaban suatu masalah, maka ada dua
tipe masalah, yakni tipe masalah yang diberikan 
mempunyai cara dan jawaban yang tunggal (close
problem) atau tipe masalah yang mempunyai cara dan
jawaban yang tidak tunggal (open problem)
(Ruseffendi 1991 : 254). 
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan kajian terhadap
suatu pendekatan pembelajaran, yakni penedekatan
Open-Ended, serta pengaruhnya terhadap
kemampuan penalaran dan pemahaman matematik.
Untuk itulah, maka metode yang digunakan adalah
metode kuantitatif dengan desain penelitian
eksperimen. Pada pelaksanaannya, penelitian ini
menggunakan tiga kelas paralel, yakni kelas
pembelajaran matematika melalui pendekatan  open-
ended  kooperatif (E1), kelas pembelajaran
matematika melalui pendekatan  open-ended
ekspositori (E2) dan kelas pembelajaran matematika
biasa (K). Pemilihan subjek penelitian dilakukan
terhadap kelompok siswa (kelas) pada  sekolah
menengah pertama yang berkategori sedang.  
Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian
Secara deskriptif perbandingan rataan
kemampuan penalaran dan pemahaman matematik
dari ketiga kelompok dapat dilihat pada diagram 1.  No. 1/XXVI/2007    Eka Fitrajaya Rahman & Jarnawi Afgani Dahlan, Implementasi Pembelajaran 
Mimbar Pendidikan
51










Diagram 1 :





Rataan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik

Pada diagram tersebut terlihat bahwa
kemampuan pemahaman siswa pada kelas E1
(kelompok siswa yang belajar matematika
melalui pendekatan  open-ended  dan strategi
kooperatif) baik pada soal yang berbentuk
pilhan ganda, uraian dan nilai gabunganya lebih
baik dibandingkan dengan kemampuan siswa
pada kelas E2 (kelompok  siswa yang belajar
melalui pendekatan  open-ended  dan strategi
ekspositori) dan kontrol (kelompok siswa yang
belajar matematika melalui pembelajaran biasa).
Begitu juga untuk kemampuan penalarannya,
siswa pada kelompok E1 lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang berada pada kelas
E2 dan kelas kontrol.
Temuan yang patut dicermati dari deskripsi
hasil penelitian ini adalah koefisien keragaman data
kemampuan penalaran dan pemahaman matematik
pada tiap kelompok. Terdapat suatu kaitan
matematis antara simpangan baku dan rata-rata dari
kemampuan siswa dengan keragaman data,  yakni
% 100 .
x
s
V
, dengan V koefisien keragaman
(Walpole, 1995 : 45). Dari hasil perhitungan
diperoleh kesamaan untuk ketiga kelompok
tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Nilai V Pemahaman dan Penalaran pada tiap Kelompok (dalam persen)

  Eksperimen 1  Eksperimen 2  kontrol
Pemahaman  22,4  32,60  33,50
Penalaran   17,94  28,82  36,79


Dari hasil perhitungan di atas dapat
diketahui bahwa keragaman pada kelompok E1
baik untuk kemampuan penalaran maupun
pemahaman matematiknya lebih kecil daripada
kelompok E2 dan kontrol. Hal ini memberikan
temuan awal bahwa siswa yang belajar melalui
open-ended-kooperatif kemampuan penalaran
dan pemahaman matematiknya lebih banyak
berkumpul disekitar rata-rata dibandingkan dengan
kelas lainnya.
Jika ditelaah lebih lanjut, koefisien
keragaman kemampuan penalaran dan pemahaman
matematik pada kelas E2 (open-ended ekspositori)
juga lebih kecil daripada koefisien keragaman
Diagram Batang Rataan Kemampuan 
Penalaran dan Pemahaman
0
2
4
6
8
PG  Uraian  Pemah  Penal
Jenis Tes
R
ata
an 
E1
E2
kontrol Eka Fitrajaya Rahman & Jarnawi Afgani Dahlan, Implementasi Pembelajaran    No. 1/XXVI/2007
Mimbar Pendidikan
52
kelompok kontrol. Ini menunjukkan bahwa
pendekatan  open-ended   memberikan kontribusi
yang positif terhadap daya serap siswa.
Dari hasil uji hipotesis ditemukan bahwa
pendekatan open-ended kooperatif 
berpengaruh positif terhadap kemampuan
pemahaman dan penalaran matematika diterima
pada taraf signifikansi 0,05. Sejalan dengan hasil
penelitian di atas  Johnson & Johnson (2000)
dalam penelitiannya menemukan bahwa
pembelajaran melalui strategi kooperatif
mengindikasikan beberapa kelebihan aktifitas
pada siswa, yakni a) meningkatkan kemampuan
dan produktifitas anak, b) lebih  caring,  supportive,
dan committed relatioship, dan c)  sehat  secara
psikologis, kompetensi sosial yang tinggi, dan
kepercayaan diri yang tinggi. Pengaruh positif
tersebut memberikan hasil yang sangat penting,
sehingga membuat pembelajaran melalui
pendekatan open-ended dan strategi kooperatif
memiliki nilai yang lebih bagi para pendidik.  
Pada pengujian hipotesis kedua, yakni
terdapat perbedaan kemampuan penalaran dan
pemahaman matematik antara siswa laki-laki
dan siswa  perempuan diperoleh hasil bahwa
hipotesis tersebut diterima. Namun demikian,
jika dilihat pada perbedaan hasil uji perbedaan
antar subjek, perbedaan tersebut hanya muncul
pada kemampuan pemahaman siswa pada soal
yang berbentuk pilihan ganda dan kemampuan
penalaran siswa. Dengan demikian perbedaan
kemampuan yang terjadi antara siswa laki-laki
dan perempuan tidak menunjukkan perbedaan
yang berarti. 
Hasil di atas mendukung temuan Elliot
(Leder, 1992) bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kemampuan  pada sembarang
kelompok (tradisional/nontradisional, laki-laki
dan perempuan) pada pre dan post-tes  dan
untuk beberapa peubah sikap yang diukur.
Secara spesifik, Ethington (Leder, 1992) yang
melakukan penelitian di 24 negara pada topik
matematika pecahan,  rasio/proporsi/persen,
aljabar, geometri dan pengukuran menemukan
bahwa kemampuan siswa pada grade 8 (di
Jepang grade 7) menunjukkan tidak ada
perbedaan yang substansial yang didasarkan atas
jender.
Di Indonesia dalam bidang studi fisika
diperoleh bahwa terdapat perbedaan skor rata-rata
yang signifikan antara siswa laki-laki dan
perempuan untuk variabel-variabel kemampuan
menggunakan operasi logik, pemahaman dalam
fisika, sikap terhadap fisika, dan kemampuan
membangun model dalam fisika. Perbedaan itu
nampak tidak berati untuk kedua variabel lainnya,
yakni kreativitas dalam fisika dan intelegensia
Baharuddin (1982 : 311). Sedangkan perbedaan
yang terjadi pada kemampuan penalaran sejalan
dengan temuan Battista (Leder, 1992). Hasil
penelitiannya menemukan bahwa visualisasi tilikan
dan penalaran logika terlihat memberikan
kontribusi yang nyata terhadap kemampuan laki-
laki dan perempuan. Akan tetapi, Battista
mempunyai argumentasi bahwa  pengaruh guru dan
model pembelajaran dapat meminimalisir
perbedaan kemampuan visual dan penalaran yang
terjadi atara laki-laki dan perempuan.
Terkait dengan dua hasil di atas, interaksi
antara model pembelajaran dengan jenis kelamin
memberikan kontribusi yang positif terhadap
kemampuan penalaran dan pemahaman matematik
baik menyertakan kovariat maupun tidak
menyertakan kovariat. Dan jika dilihat pada
estimasi rata-rata kemampuan penalaran dan
pemahaman matematik tiap selnya, kemampuan
siswa laki-laki dan perempuan pada kelompok E1
lebih baik dibandingkan siswa laki-laki dan
perempuan pada kelompok E2 dan kelompok
kontrol. Dapat juga dikemukakan bahwa perbedaan
kemampuan penalaran dan pemahaman matematik
siswa perempuan dan laki-laki pada kelas E1 dan
E2 tidak  menunjukkan keberartian.
Hipotesis lainnya yang dibuktikan pada
penelitian ini adalah terdapat perbedaan
kemampuan penalaran dan pemahaman matematik
akibat pengaruh interaksi kategori siswa (tinggi,
sedang dan kurang) dan model pembelajaran.
Signifikansi penolakan hipotesis nol mencapai
0,007 dengan atau tanpa kovariat ulangan  harian.
Jika dibandingkan dengan hipotesis terdapat
perbedaan kemampuan penalaran dan pemahaman No. 1/XXVI/2007    Eka Fitrajaya Rahman & Jarnawi Afgani Dahlan, Implementasi Pembelajaran 
Mimbar Pendidikan
53
matematik akibat pengaruh kategori dan jender
yang ditolak, maka model pembelajaran
memberikan kontribusi positif terhadap
kemampuan penalaran dan pemahaman
matematik pada jender dan kategori siswa. 
Dari estimasi rata-ratanya ditemukan
bahwa siswa pandai, sedang dan kurang pada
kelas E1 dan E2 lebih tinggi dibandingkan
siswa pada kelas kontrol dengan kategori yang
sama. Juga, perbedaan kemampuan penalaran
dan pemahaman matematik antara siswa tinggi,
sedang dan kurang relatif tidak terlalu jauh.
Menurut Johnson & Johnson  (2000), dalam
strategi kooperatif, interaksi, tukar fikiran dan
kerjasama siswa dalam kelompok akan
memunculkan kesuksesan satu dengan yang
lainnya. Hal ini terjadi akibat adanya berbagi
kemampuan sumberdaya, dorongan dan
applauding  setiap anggota kelompok. Terdapat
aktifitas kognitif dan kedinamisan antar
personal yang penting sehingga setiap siswa
terdorong untuk belajar. 
Hipotesis terakhir dari penelitian ini
adalah adanya pengaruh yang berarti dari
interaksi model pembelajaran, jenis kelamin dan
kategori siswa terhadap kemampuan penalaran
dan pemahaman matematik. Dari hasil
perhitungan dengan menggunakan uji Roy’s
Largset Root, signifikansinya mencapai 0,008
untuk keduanya. Hal ini berarti terdapat
pengaruh yang signifikan dari model
pembelajaran, gender dan kategori kemampuan
siswa terhadfap kemampuan penalaran dan
pemahaman matematik. Adapun besar pengaruh
dari faktor-faktor model pembelajaran, kategori,
jenis kelamin dan kombinasi interaksinya yang
termuat dalam model terhadap peubah
bebasnya; Pemahaman pilihan ganda, uraian,
gabungan PG dan Uraian, dan penalaran, dapat
dilihat pada R kuadrat yang diperoleh untuk
masing-masing peubah bebasnya dengan tanpa
kovariat berturut-turut 41,0%, 48,7%, 44,7% dan
46,5%. Jadi dapat disimpulkan bahwa 44,7%
kemampuan pemahaman matematik dipengaruhi
oleh faktor kategori, jenis kelamin, kelas
pembelajaran, dan kombinasi interaksi dari dua dan
tiga faktor tersebut. 
Demikian juga dapat disimpulkan bahwa
46,5% kemampuan penalaran matematika
dipengaruhi oleh faktor kategori, jenis kelamin,
kelas pembelajaran, dan kombinasi interaksi dari
dua dan tiga faktor tersebut, sedangkan sisanya
adalah faktor-faktor lain diluar faktor tersebut. Jika
kovariatnya dikutsertakan dalam perhitungan, besar
pengaruh dari model pembelajaran, kategori, jenis
kelamin dan kombinasi interaksi dua dan tiga faktor
dalam model terhadap kemampuan pemahaman
PG, Uraian, PG dan Uraian, serta kemampuan
penalaran adalah 41,2%, 49,0%, 45,0% dan 47,5%.
Untuk melihat perbedaan kemampuan
pemahaman yang terjadi antar kelas dapat dilihat
pada Tabel 2. Pada Tabel 2 tersebut terlihat bahwa
terdapat perbedaan kemampuan pemahaman
matematik yang terjadi antar kelompok
pembelajaran menunjukkan keberartian pada taraf
signifikansi 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa
mekanisme pembelajaran matematika yang terjadi
melalui pendekatan open-ended yang
dikombinasikan dengan strategi kooperatif dapat
membantu anak untuk  beraktifitas secara
matematis, sehingga memberikan dorongan pada
anak untuk belajar, dan pada akhirnya dapat
mengembangkan kemampuan pemahaman mereka.  Eka Fitrajaya Rahman & Jarnawi Afgani Dahlan, Implementasi Pembelajaran    No. 1/XXVI/2007
Mimbar Pendidikan
54

Tabel 2. Uji  Perbedaan Kemampuan Pemahaman antar Kelompok
PEMAH
Scheffea,b
36 3.9583
36 5.3090
36 6.1701
1.000 1.000 1.000
KELAS
nonopen-ekspositori
open-ekspositori
open-cooverative
Sig.
N 1 2 3
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.988.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 36.000. a.
Alpha = .05. b.
Studi Lester (Schoenfeld, 1992 : 357)
menemukan bahwa aktifitas anak ketika
menyelesaikan masalah tidak rutin, yang
didalamnya memuat berbagai strategi, misalnya
guess and check, bekerja mundur dan melihat pola
akan memunculkan interaksi yang dinamis
antara konsep dan proses matematika (termasuk
didalamnya metakognisi) yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Akibatnya,
proses kontrol dan kesadaran dari proses
kognitif berkembang bersamaan dengan
pemahaman konsep matematika.
Munculnya dorongan pada anak untuk
beraktifitas secara signifikan berpengaruh pada
motivasi intrinsik anak dalam belajar (Cordova &
Lepper, 1996 : 715). Secara teoritis menurut
Cordova dan Lepper (1996 : 715) suatu pendekatan
pembelajaran matematika merupakan budaya
aktifitas yang otentik, jika terlihat terintergrasi
secara menyeluruh dalam waktu yang lama yang
melibatkan komunikasi antar pembelajar. 
Hasil di atas sejalan dengan temuan atau
diterimanya hipotesis yang menyatakan terdapat
perbedaan kemampuan penalaran atas kelompok
model pembelajaran hingga taraf signifikansi 0,000.
Untuk melihat kelompok mana saja yang berbeda
dari ketiga kelompok tersebut dapat dilihat dari uji
Scheffe pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji perbedaan kemampuan penalaran antar kelompok
PENAL
Scheffea,b
36 39.6242
36 48.2843
36 57.8840
1.000 1.000 1.000
KELAS
nonopen-ekspositori
open-ekspositori
open-cooverative
Sig.
N 1 2 3
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 142.577.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 36.000. a.
Alpha = .05. b.

Dari tabel 2 di atas, terlihat bahwa rata-
rata kemampuan penalaran antar kelompok
yang berbeda model pembelajaran
matematikanya menunjukkan perbedaaan yang
signifikan dengan menggunakan taraf
signifikansi 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa
kemampuan penalaran siswa yang belajar
dengan model pembelajaran matematika melalui
pendekatan open-ended yang dikombinasikan
dengan strategi belajar kooperatif lebih baik
daripada model pembelajaran matematika melalui
pendekatan open-ended yang dikombinasikan
dengan strategi ekspositori dan model pembelajaran
biasa.
Perbedaan  antar kelompok diyakini sebagai
akibat dari sarana; dalam hal ini tugas matematika
yang diberikan, dan situasi yang mendukung proses
berfikir siswa. Perbedaan aktifitas belajar yang No. 1/XXVI/2007    Eka Fitrajaya Rahman & Jarnawi Afgani Dahlan, Implementasi Pembelajaran 
Mimbar Pendidikan
55
terjadi pada ketiga kelompok memungkinkan
terjadinya cara pandang dan proses mental pada
siswa. Menurut Presseisen (1985 : 13), bahwa
berfikir umumnya diasumsikan dengan proses
kognitif, suatu aktifitas mental untuk
memperoleh pengetahuan, prosesnya berkaitan
dengan perilaku dan mengharuskan adanya
keterlibatan yang aktif dari  pemikir dan hasil
yang tercatat dari proses ini adalah
terbangunnya pengetahuan, nalar dan pengaitan
yang kompleks. 
Apabila model pembelajaran matematika
yang diberikan dikaitkan dengan jenis kelamin
siswa, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan
kemampuan pemahaman matematik yang
berarti. Akan tetapi, tidak menunjukan
perbedaan yang berarti untuk kemampuan
penalaran. Jika dilihat dari taksiran mean untuk
tiap faktor diperoleh bahwa kemampuan
pemahaman siswa perempuan pada kelas E1
lebih baik daripada  kemampuan siswa
perempuan yang berada pada kelas E2 dan kelas
Kontrol. 
Hasil di atas memperkuat hipotesis
Bjorklund (1989 : 287) yang menyatakan bahwa
penelitian-penelitian yang dilakukan pada anak-
anak menjelang remaja, ditemukan bahwa tidak
ada perbedaan  yang signifikan dalam
matematika. Laki-laki kemampuannya tidak
lebih superior pada usia 10 sampai dengan 12
tahun, dan pada pertengahan remaja, tidak
ditemukan penelitian bahwa perempuan
kemampuannya dibawah laki-laki.
Faktor ketiga yang merupakan kajian
penelitian ini adalah faktor kategori yang
didasarkan atas kemampuan awal siswa, yakni
tinggi, sedang dan kurang. Pengujian hipotesis
terhadap interaksi faktor kategori  dan model
pembelajaran tidak menunjukkan perbedaan
kemampuan pemahaman matematik secara
signifikan, yakni penolakan Ho yang mencapai
0,121. Akan tetapi, jika dilihat pada soal yang
berbentuk uraian interaksi kedua faktor ini
menunjukkan perbedaan yang signifikan hingga
mencapai 0,037. Jadi ada pengaruh yang
signifikan dari interaksi model pembelajaran
dengan kategori siswa terhadap kemampuan
pemahaman siswa dengan jenis soal uraian.  
Hal tersebut sejalan dengan uji hipotesis
terhadap interaksi kedua faktor ini terhadap
kemampuan penalaran. Hasilnya adalah hipotesis
nol ditolak hingga mencapai taraf signifikansi
0,036, artinya terdapat pengaruh yang berarti dari
interaksi faktor kategori siswa dengan model
pembelajaran matematika terhadap kemampuan
penalaran. 
Beyer & Pasnak (1993 : 97) mengatakan
bahwa harus ada perhatian khusus pada siswa yang
termasuk pada  slow learners    atau  below grade level,
bahwa pendekatakan   laissez-faire  untuk
pembelajaran berfikir sering  woefully  inadequate.
Lebih jauh Beyer dan Pasnak  mengatakan bahwa
kita sebagai guru harus dapat berbuat sesuatu yang
lebih daripada yang biasa dilakukan untuk
mengembangkan secara maksimal potensi siswa
dengan mengaplikasikan kemampuan kognitif
mereka. 
Untuk siswa laki-laki yang berada pada
kategori atas dengan model pembelajaran E1 lebih
baik kemampuan pemahaman matematiknya
dibandingkan dengan siswa dengan model
pembelajaran E2 dan kontrol. Pada kategori
sedang, kemampuan pemahaman siswa perempuan
yang berada pada kelas E1 sama dengan siswa
perempuan yang berada pada kelas E2 dan
keduanya lebih baik daripada siswa yang berada
pada  kelas kontrol. Siswa yang berkategori sedang,
kemampuan pemahaman siswa laki-laki pada kelas
E1 lebih baik dibandingkan siswa laki-laki yang
berada pada kelas E2 dan kontrol.
Untuk siswa yang berada pada kategori
kurang, siswa perempuan yang berada pada kelas
E1, kemampuan pemahamannya lebih baik
daripada  siswa perempuan yang berada pada kelas
E2 dan kontrol. Begitu juga untuk siswa laki-
lakinya, siswa yang berada pada kelas E1 lebih baik
kemampuan pemahamannya daripada  siswa yang
berada pada kelas E2 dan kontrol. Namun, siswa
laki-laki yang berada E2 kemampuan
pemahamnnya dibawah siswa laki-laki yang berada
pada kelas kontrol. Eka Fitrajaya Rahman & Jarnawi Afgani Dahlan, Implementasi Pembelajaran    No. 1/XXVI/2007
Mimbar Pendidikan
56
Kesimpulan 
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.  Kemampuan pemahaman siswa yang
belajar melalui pendekatan open-ended
kooperatif pembelajaran biasa lebih baik
daripada kemampuan pemahaman siswa
yeng belajar melalui pendekatan  open-ended
ekspositori. Selain itu juga,  kemampuan
pemahaman matematik siswa yang belajar
melalui pendekatan  open ended  ekspositori
lebih baik daripada kemampuan
pemahaman siswa yang belajar melalui
pembelajaran biasa.
2.  Kemampuan penalaran siswa yang belajar
melalui model pembelajaran pendekatan
open-ended  dengan strategi kooperatif lebih
baik daripada kemampuan penalaran  siswa
yang belajar melalui pendekatan  open-ended
dengan strategi ekspositori dan
pembelajaran biasa.
3.  Secara keseluruhan kemampuan penalaran
siswa perempuan lebih tinggi daripada laki-
laki, tetapi kemampuan pemahamannya
tidak menunjukkan perbedaan yang berarti.
Jika ditinjau pada kelas pembelajaran
kemampuan penalaran dan pemahaman
matematik pada kelas pembelajaran  open-
ended  kooperatif tidak menunjukkan
perbedaan yang berarti antara siwa laki-laki
dan perempuan, sedangkan  pada
pembelajaran biasa siswa laki-laki lebih
baik daripada perempuan. 
4.  Terdapat perbedaan kemampuan penalaran
dan pemahaman matematik yang berarti
dari hasil interaksi antara faktor model
pembelajaran (open-ended  kooperatif,  open-
ended  ekspositori dan pembelajaran biasa) 
dengan kategori  kemampuan siswa, yakni
tinggi, sedang dan kurang. 
a.  Kemampuan penalaran siswa pada
pembelajaran  open-ended  kooperatif
pada setiap kategorinya signifikan lebih
baik dibandingkan kemampuan
penalaran siswa pada pembelajaran
open-ended  ekspositori dan pembelajaran
biasa..
b.  Kemampuan pemahaman matematik siswa
pada pembelajaran  open-ended  koperatif 
pada setiap kategori signifikan lebih baik
dibandingkan dengan kemampuan
pemahaman siswa pada kelas  open-ended
eskpositori dan pembelajaran biasa. 
5.  Tidak terdapat perbedaan kemampuan
penalaran dan pemahaman matematik yang
signifikan dari hasil interaksi kategori siswa
dan jenis kelamin. Dengan demikian, tidak ada
pengaruh yang berarti dari interaksi faktor
jenis kelamin dan kategori siswa terhadap
kemampuan penalaran dan  pemahaman
matematik.
6.  Terdapat perbedaan kemampuan penalaran
dan pemahaman matematik yang signifikan
dari hasil interaksi antara faktor model
pembelajaran, kategori siswa, dan jenis
kelamin. Dari taksiran rata-ratanya baik pada
kelompok atas, sedang dan kurang, siswa laki-
laki dan perempuan yang belajar melalui
model kombinasi  open-ended  dan kooperatif
lebih tinggi dibandingkan dengan model
pembelajaran yang lainnya.
Daftra Pustaka
Anthony, G., (1996). Classroom Intructional Factors Affecting
Mathematics Students’ Strategics Learning Behaviours.
Dalam Philip C. Clarkson (editor)  Technology in
Mathematics Education. Australia: Mathematics
Education Research Group of Australasia.  
Baharuddin, (1982).  Peranan Kemampuan Dasar Inteletual, Sikap
dan Pemahaman dalam Fisika terhadap kemampuan Siswa
SMA di Sulawesi Selatan Membangun Model Analog dan
Model Mental.  Disertasi. IKIP Bandung : Tidak
dipublikasikan.
Battista, M.T.,  (1995) Fith Garders’ Enumaretion of Cubes  in
3D Arrays : Conceptual Progress in an Inquiry-Based
Classroom.  Journal for Research in Mathematics Education.
Vol. 27, No. 4, July 1996. NCTM
Beyer, B.K. and Pasnak, R., (1993). Helping Children Think
Better: The Developmental Lesson Set Aproach.
Journal of Reseach and Development in Education.  Vol. 26
No. 2, Winter 1993.
Bjourklund, D. F., (1989).  Children’s  Thinking:  Developmental
Function Individual Differences. California : Brooks/Cole
Publishing Company.  No. 1/XXVI/2007    Eka Fitrajaya Rahman & Jarnawi Afgani Dahlan, Implementasi Pembelajaran 
Mimbar Pendidikan
57
Cordova, D. I. & Lepper, M. R., (1996). Intrinsic
Motivastion and Process of Learning : Benefecial
effects Contextualization, Personalization, and
Choice.  Journal of Educational Psychology. Vol. 88,
No. 4, 715-730. 
Gosev, V. A. & Safuanov, I. S., (2000). Some Theoritical
Problems of the Development of Mathematical
Thinking. Dalam Tadao Nakahara and Masataka
Koyama (editor)  Proceedings of the 24th  of the
International Group for the Psychology of Mathematics
Education.. Hiroshima : Hisroshima University.
Gregg, D. U., (1995). Gender-Related Differences in
Interaction Patterns in Elementary School Inquiry
Mathematics Classrooms. Dalam Douglas T.
Owens, Michell K. Reed & Gale M. Millsaps
(editor)  Proceedings of the Seventeenth Annual Meeting
for the Psychology of Mathematics Education. Colombus
: The ERIC Clearinghouse for Science,
Mathematics, and Environment Education.
Johnson, D. W. & Johnson, R. T.,  (2000).  Cooperative
Learning Methods : A Meta-Analysis.[tersedia].
http://www.clcrc.com. 23 Maret 2003.
Killen, R., (1998).  Effective Teaching Strategies. Lessons from
Research and Practice. (Second edition). Australia :
Social science Press.
Leder, G. C., (1992). Mathematics and Gender: Changing
Perspective. Dalam Douglas A. Grows (editor)
Handbook of Research on Mathematics Teaching.
NCTM. New York : Macmillan Publishing
Company.
Lie, A., (1997). Cooperative Learning. Jakarta : Grassindo. 
Matlin, M.W., (1994).  Cognition. Orlando : Hardcourt
Publisher.

Penulis :
Drs. Eka Fitrajaya Rahman, M.T & Drs. Jarnawi
Afgani Dahlan adalah Dosen Jurusan Pendidikan
Matematika pada FPMIPA UPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar